Pantai Skow Sae : Black Sand, Big Waves

Skow adalah nama daerah di Jayapura yang berbatasan langsung dengan negara tetangga Papua New Guinea. Disini terdapat 3 kampung yang juga berdekatan yaitu Skow Mabo, Skow Yambe, dan Skow Sae. Semua kampung-kampung ini terletak di bibir pantai yang langsung menghadap ke Samudra Pasifik.

Pada kesempatan terakhir saya berkunjung ke pantai Skow Sae, yang jaraknya sekitar 1 setengah jam perjalanan menggunakan mobil dari kota Jayapura. Perjalanan ke arah perbatasan RI-PNG selalu menyenangkan, selain disuguhi pemandangan alam yang masih asri, udara yang bersih, juga bisa menyempatkan diri untuk membeli berbagai macam makanan hasil olahan masyarakat Koya (ditengah perjalanan menuju perbatasan) yang mayoritas adalah transmigran asal Jawa. Cemilan yang bisa dibeli beragam mulai dari jagung manis, tape, hingga dodol.

Letak pantai Skow Sae adalah di Kampung Skow Sae sendiri, bagian sebelah kiri kampung. Pantai ini sangat unik karena dibandingkan dengan pantai-pantai Skow yang lain sangat berbeda dengan ditumbuhi pohon Kasuari di sepanjang pantai ini. Maka dari itu cukup mudah melihat pantai ini dari arah Jayapura, khususnya dari wilayah Angkasa.

Pantai Skow Sae memiliki pasir hitam dan lebih kecil dari pasir biasanya. Angin yang berhembus cukup kencang hingga badan terasa seperti didorong jika kita sedang berdiri. Ombak yang bergulung berukuran besar dikarenakan faktor geografis dimana dasar pantai yang landai, sehingga cocok untuk olahraga selancar atau surfing. Namun pengunjung patut berhati-hati dengan arus yang cukup kuat juga tidak menentu. Tidak dianjurkan untuk anak-anak berenang di pantai ini.

Pantai ini masih cukup “terisolir’ dan jarang dikunjungi wisatawan karena tempatnya yang tidak dapat dijangkau dengan angkutan umum, harus menggunakan kendaraan pribadi-sewaan. Meski begitu potensi pantai Skow Sae untuk dijadikan tempat wisata sangat besar, khususnya untuk wisata selancar karena ombaknya yang cukup besar (1.5 – 2 meter) dan juga masih belum ada spot surfing yang terkenal di Jayapura, maupun Papua. Jadi pantai ini dapat dijadikan terobosan baru oleh Pemkot ataupun Pemda untuk dipromosikan sebagai tempat wisata baru.

Skow Sae Beach: Black Sand

Skow Sae Beach: Beauty inside quietness

Skow Sae Beach: High Tide

Skow Sae Beach: Woods, Sand, Water

Skow Sae Beach: Between Lines

The Jumper: Chiko

Korelasi Rezim Suatu Negara dengan Organisasi Masyarakat Sipil

BAB I : PENDAHULUAN

            Sistem pemerintahan dan organisasi masyarakat sipil memiliki hubungan yang sangat erat. Keduanya dapat saling mempengaruhi satu sama lain. Sistem pemerintahan tertentu yang dianut suatu negara dapat memberikan pengaruh terhadap tumbuh kembangnya atau organisasi masyarakat sipil di negara tersebut. Pemerintah tentunya ingin bagaimana caranya agar kebijakan yang telah mereka buat dapat dijalankan, lalu masyarakat sipil berorientasi pada kepentingan dari masyarakat itu sendiri.

Belakangan muncul debat tentang perkembangan organisasi masyarakat sipil di pengaruhi oleh rezim tertentu. Dalam tulisan saya ini, saya akan mengkaji pandangan yang mengatakan bahwa organisasi masyarakat sipil hanya dapat berkembang di negara demokratis.

BAB II : PEMBAHASAN

            “Apakah organisasi masyarakat sipil hanya dapat berkembang di negara demokratis? Jelaskan jawaban anda dan berikan cotohnya.”

Jawaban saya untuk pertanyaan diatas adalah tidak, organisasi masyarakat sipil tidak hanya dapat berkembang di negara demokratis saja. Memang terdapat kecenderungan dimana organisasi masyarakat sipil lebih berkembang di negara demokratis, namun tidak menutup kemungkinan untuk dapat berkembang di negara non – demokratis. Organisasi masyarakat sipil sejatinya adalah organisasi non – profit, bukan negara atau market, bersifat demokratis, dan didalamnya membangun kepercayaan dan nilai – nilai bersama diantara anggotanya. Beberapa diantaranya ada yang bersifat politis, dan ada juga yang non – politis. Untuk lebih mengetahui lebih jauh tentang perkembangan organisasi masyarakat sipil di negara demokratis maupun non – demokratis, saya mengkaji dalam dua pandangan yang berbeda di bawah ini.

ORGANISASI MASYARAKAT SIPIL HANYA BISA BERKEMBANG DI NEGARA DEMOKRATIS

Strong civil society means strong democracy”

 Levent Korkut, ketua Civil Society Development Center di Turki.

Profesor Korkut menyatakan bahwa organisasi masyarakat sipil yang kuat dapat memberi gambaran akan demokrasi yang kuat di suatu negara, begitu juga sebaliknya. Jika melihat dari substansi demokrasi yang sebenarnya, hal ini bisa dibenarkan. Negara menjamin warga negaranya untuk bisa mendapatkan hak – hak dasar, tanpa ada paksaan dari pihak manapun di bawah konstitusi negara tersebut. Di negara demokratis, organisasi masyarakat sipil di biarkan untuk berkembang bahkan mengkritik kebijakan pemerintah karena didukung oleh beberapa faktor. Pertama, kebebasan berkumpul dan berorganisasi yang merupakan jaminan dari rezim demokrasi. Kedua, negara demokratis bersifat lebih terbuka dalam menerima kritik atau masukan dari masyarakat sipil. Ketiga, negara sadar bahwa peran masyarakat sipil sangat vital dalam demokrasi, dan untuk memperkuat dan mempertahankan demokrasi pemerintah harus bisa memberikan ruang bagi mereka untuk berkembang, menanamkan, dan mengaplikasikan nilai demokrasi itu sendiri.

Contoh kasus yang menggambarkan pandangan bahwa organisasi masyarakat sipil hanya bisa berkembang di negara demokratis adalah Afrika Selatan dibawah rezim apartheid. Paham apartheid secara institusi dilegalkan oleh pemerintahan Afrika Selatan yang pada saat itu dikuasai oleh komunitas kulit putih sejak tahun 1948 hingga akhirnya di cabut tahun 1994. Selama kurun waktu lebih dari 40 tahun masyarakat ras kulit hitam dan coloured, secara eksplisit tidak memiliki hak dimata ras kulit putih. Organisasi masyarakat sipil bukannya tidak ada sama sekali pada masa itu, lebih tepatnya tidak bisa berkembang. Youth League atau liga pemuda yang di dirikan oleh Nelson Mandela dan dua orang kawannya pada tahun 1944, mencoba untuk menggalang dukungan dari kaum kulit hitam, coloured, dan ras India namun dilarang karena dianggap sebagai organisasi terlarang bagi pemerintah. Setelah paham apartheid dicabut pada tahun 1994 barulah masyarakat sipil di Afrika Selatan dapat merasakan demokrasi yang sebenarnya. Berdasarkan kasus ini, dapat dikatakan bahwa organisasi masyarakat sipil hanya bisa berkembang di negara demokratis, khususnya yang mendukung pluralisme.

ORGANISASI MASYARAKAT SIPIL DAPAT BERKEMBANG DI NEGARA NON – DEMOKRATIS

            “Civil society organization limits the power of state” Juergen Habermas[1]

“Non political civil society organization build social capital. Social capital (trust, tolerance, bond, network) is important to democracy” Robert D. Putnam[2]

            “Civil society organization as school for building political culture / democratization habit” A. Tocqueville[3]

Pandangan para ilmuwan dan peneliti diatas merujuk pada pentingnya organisasi masyarakat sipil dalam pembangunan demokrasi. Organisasi masyarakat sipil pun menjadi aktor penting dalam proses demokratisasi di suatu negara yang non-demokratis (otoriter), karena mereka menumbuhkan rasa persatuan dan tujuan bersama dalam masyarakat, dan jaringan sosial yang kemudian digunakan untuk mengatur dan melawan kekuasaan hirarki negara (Putnam 1993). Dapat dikatakan dari masyarakat sipil yang kuat, akan lahir demokrasi yang kuat pula. Keterlibatan dalam asosiasi sipil juga mempersiapkan warga negara untuk partisipasi mereka di masa depan dalam rezim demokrasi. Waren (1995) mendukung teori ini dalam pernyataannya:

            Democratic participation is an important means of self-development and self-realization. They also hold that more participation will produce individuals with more democratic dispositions – individuals who are more tolerant of difference, more sensitive to reciprocity, better able to engage in moral discourse and judgment, and more prone to examine their own preferences – all qualities conducive to the success of democracy as a way of making decisions.

Contoh organisasi masyarakat sipil atau gerakan sosial (social movement) yang berkembang di negara non demokratis bisa dilihat pada kasus di Taiwan sebelum menjadi demokrasi pada tahun 1987. Sebelumnya Taiwan yang pada saat itu masih di bawah otoritas Cina, memiliki pemerintahan yang otoriter selama kurang lebih 40 tahun terlebih dibawah kepemimpinan Chiang Kai-shek. Dia tidak memperbolehkan adanya partai lain yang berdiri selain partainya sendiri yaitu Kuomintang (KMT) yang bersifat nasionalis. Tercatat sebanyak 7 gerakan sosial yang terjadi di Taiwan sebelum demokratisasi yaitu :

1)      The consumers’ movement (1980)

2)      The anti – pollution protest movement (1980)

3)      The nature conservation movement (1982)

4)      The women’s movement (1982)

5)      The aborigines’ movement (1983)

6)      The students’ movement (1986)

7)      The New Testament church protests (1986)

Gerakan – gerakan masyarakat sipil ini terorganisir dengan baik dilihat dari efektifitas dan banyaknya pendukung, meskipun dibawah tekanan pemerintah. Setelah liberalisasi dan demokratisasi Taiwan, lebih banyak organisasi masyarakat sipil dan gerakan sosial yang muncul. Tercatat hingga tahun 1992 sebanyak 12 gerakan sosial terjadi di Taiwan (Hsiao 1992). Hal ini menunjukan bahwa organisasi masyarakat sipil dan gerakan sosial tidak hanya bisa berkembang di negara demokratis saja, namun juga bisa berkembang di negara non demokratis seperti Taiwan sebelum demokratisasi.

III. KESIMPULAN

            Berdasarkan isi tulisan dan argumen yang saya sampaikan pada bagian sebelumnya, saya tidak setuju dengan pandangan bahwa organisasi masyarakat sipil hanya bisa berkembang di negara demokratis saja, melainkan bisa juga berkembang di negara non demokratis. Memang terdapat suatu kecenderungan bahwa organisasi masyarakat sipil lebih bisa bekembang di negara demokratis karena terjaminnya kebebasan dan menjadi sarana konsolidasi demokrasi pada masyarakat sipil. Seperti yang dikatakan Putnam bahwa organisasi masyarakat sipil seperti sebuah sekolah untuk membangun budaya politik dan sifat demokrasi bagi masyarakat sehingga menjadi pilar penting bagi demokrasi. Kasus Taiwan mencerminkan bahwa organisasi masyarakat sipil dapat berkembang, terlebih terorganisir dengan baik dibawah pemerintahan yang non demokratis.

DAFTAR REFERENSI

 

Hsiao, Hsin-Huang M 1992, ‘The Rise of Social movements and Civil Protests’, in TJ Chen and S Haggard, (eds.), Political Change in Taiwan, Boulder & London, Lynn Rienner Publisher, pp. 57-72.

Karabat, A 2010, ‘Levent Korkut: Strong civil society means strong democracy’, Todays Zaman, 6 April, dilihat pada 28 November 2010, http://www.todayszaman.com/news-206551-8-levent-korkut-strong-civil-society-means-strong-democracy.html.

Putnam, RD 1993, Making Democracy Work: Civic Traditions in Modern Italy, Princeton University Press, Princeton.

Warren, ME 1995, ‘The self in discourse democracy’, in SK White (ed.), The Cambridge companion to Habermas, Cambridge, Cambridge University Press, pp. 167-200.


[1] Teori diambil dari slide Yulia I. Sari, dosen mata kuliah NGO dan Masyarakat Sipil, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, UNPAR Bandung.

[2] Ibid.

[3] Ibid.

Philippines Local Gunsmiths in Danao

Danao is a 3rd class city in province of Cebu, Philippines. The population of this city is about 100,000 people. This small city is well known for its gun industry. This industry currently provides jobs for more than 10 percent of the city population. Danao gunsmiths can produce not only small guns like pistols and revolver, but also semi-automatic and automatic guns such as Uzi, the infamous AK-47,M-16, and moreover, shotgun.

Danao gun industry started to run in 1905-1906, and in World War II era the industry went underground. The gunsmiths then joined guerilla movement and some of them joined USAFFE (United States Army For Far East) under the command of Douglas McArthur. They were assigned for re-chamber Japanese Arisaka rifles to fit US cal.30 round so it can be used in battle.

Consumers vary from local politicians, military personnel, ordinary civilians. These unregistered weapons also favorable by private armies and criminals because it is untraceable. The guns also end up in the hands of Japanese Yakuza and Chinese gangster.

It is noted in David Kaplan & Alec Dubro book about Yakuza, this gangster organization also help the gun making industry in Danao alive by ordering various types of guns. Moreover in 1988, one of the syndicate in Kyoto recruited 5 Filipino gunsmiths from Danao and set up a factory in Japan.

It is also reported that this local product of Danao also ended up in extremist and rebel groups which existence is in Philippines. We know that this country face serious problems  with terrorizing groups such Abu Sayyaf, super-blacklisted organization Jamaah Islamiah, and Moro National Liberation Front.

There are strong tie between terrorism and guns trade in this issue. Terrorist group such Abu Sayyaf has been the buyers of Danao-made guns. When they succeded their ransom-oriented actions, they will buy more guns to strengthen their armory, and materials for making bombs. Again the position of this gunsmith factory is important, because if the government can manage well, there is a possibility to contain the extrimist’s strength force.

I strongly believe that managing the industry will be another way to eradicate terrorist in Philippines. Government’s policy to legalize the industry should be an effective way, only if there is following good and visible plans. Currently, the workers are still working in old fashioned environment, not much of improvement in terms of materials, machinery, and safety equipment.

The role of the authority is necessary to make this industry more advanced, especially in term of quality. Philippines must follow the example on how Indonesia managed its guns factory. PT PINDAD now is the main weapon suppliers for both Indonesian army and police, making Indonesia become more independent in millitary equipment provision. PT PINDAD also supplying weapons to other countries, and have been well known at this sectors. It is true that Armed Forces of Philippines (AFP) also consumed weaponary made by Danao gunsmiths, but then  again they rely on American weapon since the local guns are are less compete than American one.

To make this situation better, the Philippines authority must be serious and put much concern to make a better, yet more professional gun industry. For example providing more pleasant and feasible working environment, give more open access to better weapon materials, set up standard operation procedures (SOP) which includes safety equipments, and supervise the workers with professional gun making skills. And lastly, the most pivotal one is to improve the workers wage because if they still getting low salary the workers will look for any extra cash, and making illegal weapons is the way. This will not help the main goal which to limit the access for terrorist rebels of getting weapons.

Lack of government support in research and development surely doomed the industry and forced the gunsmith to go back in the dark once again.

See pictures of Danao local gunsmiths here: http://acidcow.com/pics/13353-underground-gun-making-industry-in-the.html

References:

David Kaplan & Alec Dubro, 2003, Yakuza: Japan’s Criminal Underworld,  University Of California Press, Los Angeles, page 253.

Damon Yeou, 2007, The Underground Gun Making Industry in the Philippineshttp://voices.yahoo.com/the-underground-gun-making-industry-philippines-24924.html

Karlon N. Rama, Danao Associaton USA Inc, 2007, http://www.dausa.org/2007/04/24/boboy-and-danao%E2%80%99s-thunder-things/

Taman Nasional Komodo, with or without the contest it’s still the Wonder of The World

Akhir-akhir ini kita diramaikan dengan pemberitaan keikutsertaan Indonesia dalam ajang pencarian 7 Keajaiban Alam Baru Dunia yang diadakan oleh non-governmental organzation (NGO) New 7 Wonders Foundation. Indonesia menominasikan Taman Nasional Komodo (TNK) sebagai wakilnya dan voting akan ditutup pada tanggal 11 November 2011. Keikutsertaan TNK dalam ajang ini tidak sepenuhnya disambut antusias oleh masyarakat, namun juga mengundang kritik dari banyak pihak.

New 7 Wonders Foundation adalah lembaga non-profit yang berpusat di kota Zurich, Swiss. Bergerak dalam bidang pelestarian cagar alam, lembaga yang didirikan oleh Bernard Weber pada tahun 2001. Proyek pertama mereka yaitu New Seven Wonders of The World bertujuan untuk mencari keajaiban dunia baru, dengan cara melakukan pemilihan terbuka melalui internet dan bersifat global. 7 Juli 2007 diumumkan finalis peraih suara terbanyak dan mereka menghadiahkan para juara dengan status “Keajaiban Dunia Baru”. Pemenang kontes tersebut adalah Chicen Itza (Meksiko), Patung Kristus (Brazil), Tembok Besar Cina, Machu Picchu (Peru), Petra (Yordania), Roman Colosseum (Italia), dan Taj Mahal (India).

New7Wonders

Kemudian pada 2007 New 7 Wonders Foundation kembali mengadakan kontes serupa, mencari keajaiban dunia baru, kali ini yang terbentuk secara alamiah (bukan buatan manusia). Indonesia sebagai salah satu peserta mengajukan 3 objek yaitu Taman Nasional Komodo, Danau Toba, dan Anak Krakatau. Setelah pihak New7Wonders melakukan survei, akhirnya mereka memilih Komodo, karena keunikan dan kelangkaannya. Setelah melalui voting tahap awal, Komodo lolos ke tahap final dimana 28 finalis akan dipilih secara terbuka dan global, dan tidak ada larangan multiple votes atau tidak ada batas berapa kali voters memilih. Cara pemilihan inilah yang membuat Maladewa mundur dari ajang ini, karena menganggap cara kerjanya tidak transparan dan jelas.

Komodo Island

Komodo Dragon

Mantan Kemenbudpar Jero Wacik menyatakan bahwa Indonesia ditawari oleh pihak penyelenggara kontes ini untuk menjadi tuan rumah diadakannya pengumuman pemenang New 7 Wonders of Nature yang jatuh pada tanggal 11 November 2011 dengan persyaratan pihak tuan rumah harus membayar 10 juta USD, disamping biaya penyelenggaraan pengumuman tersebut sebesar 35 juta USD. Wacik lantas menolak tawaran itu dengan pertimbangan biaya yang harus dikeluarkan terlampau besar untuk kegiatan semacam ini, jika ditotal 45 juta USD atau sebesar 450 miliar rupiah (kurs 1 USD=10.000 rupiah). Masih menurut Wacik, pihak New7Wonders lalu mengancam akan mengeliminasi Komodo jika tawaran tersebut ditolak, dan dengan tegas beliau tetap menolak tawaran itu.

Argumen Jero Wacik jelas, beliau tidak ingin diancam dengan yayasan dunia yang kredibilitasnya masih dipertanyakan, apalagi sejak 2007 badan PBB yang bergerak di bidang pendidikan, ilmiah, dan budaya atau UNESCO tidak mendukung kegiatan maupun aktifitas dari New 7 Wonders Foundation. UNESCO mengatakan, “tidak ada yang bisa dibandingkan antara kampanye media yang dilakukan Tuan Weber dengan pekerjaan ilmiah dan proses pendidikan yang kami lakukan di UNESCO sehingga menghasilkan daftar situs-situs Warisan Dunia”. Dengan kata lain, situs-situs yang nantinya terjaring menjadi 7 Keajaiban Baru Dunia yang dirancang New 7 Wonders Foundation tidak bisa dipertanggungjawabkan keabsahan nilai “ajaibnya” karena sistem pemilihannya adalah polling secara terbuka sehingga tidak hanya ilmuwan yang berhak menentukan, namun semua masyarakat.

World Heritage

UNESCO selama ini dikenal dengan kegiatannya yang meliputi pelestarian cagar alam dan budaya di seluruh dunia, termasuk Indonesia.

Setelah pemerintah menarik diri dari kegiatan ini, sekelompok aktivis lingkungan yang tergabung dalam Pendukung Pemenangan Komodo (P2Komodo) berupaya melanjutkan pencalonan komodo dalam ajang ini. Mereka menyesalkan apa yang terjadi antara pemerintah RI dan pihak New7Wonders, dan menyatakan bahwa ajang ini dapat membantu melestarikan populasi komodo dan mengenalkan Komodo sebagai objek wisata level dunia. Disamping itu hal ini dapat meningkatkan pariwisata dalam negeri.

When the government fails, the people will take the lead“. Ketika pemerintah gagal, rakyat yang akan mengambil alih. Sepenggal kalimat ini dikutip dari salah satu artikel dalam The Jakarta Post tanggal 28 Oktober 2011, yang menggambarkan perjuangan Komodo sebagai Keajaiban Dunia Baru.

Kampanye Komodo

P2Komodo mengajak figur-figur nasional dalam kampanye komodo, seperti mantan wapres Jusuf Kalla dan grup band legendaris Slank. Strategi ini terbukti berhasil dimana pesan-pesan singkat melalui SMS, BBM, bahkan email dengan cepat menyebar untuk mendukung wakil dari Indonesia itu.

Jika pencalonan yang dilakukan P2Komodo ini tidak mengeluarkan biaya seperti yang sebelumnya ditawari kepada pemerintah, hal ini tentu menjadi sesuatu yang sangat baik dan membawa keuntungan tersendiri.

Menurut saya sisi positif yang bisa diambil dari pencalonan Komodo dalam ajang ini adalah pertama, masyarakat pantas berbangga hati karena Indonesia memiliki sebuah situs “Keajaiban Dunia” sampai masuk pada tahap 28 besar melalui proses voting yang terbuka dan global, menyisihkan 400 keajaiban alam lain dari 220 negara. Kedua, peningkatan intensitas pariwisata dapat memberikan dampak positif terhadap masyarakat lokal.

Yang menjadi catatan adalah, dengan atau tanpa ajang seperti New 7 Wonders of Nature ini, kita khususnya pemerintah dan masyarakat sudah seharusnya menjaga dan mengelola dengan baik tempat-tempat tujuan wisata yang kita miliki. Faktor penopang seperti sarana dan prasarana harus diperbaiki dan dilengkapi agar turis yang datang mendapat kesan positif. Fasilitas transportasi dan akomodasi harus dilengkapi, seperti penginapan yang layak, tempat makan, air bersih, dan fasilitas pelengkap lain yang mungkin akan menambah daya jual tempat wisata.

Kerjasama pemerintah-masyarakat lokal harus lebih ditingkatkan, dimana pemerintah melakukan publikasi dan advertising, sedangkan masyarakat ikut mengelola dan menjaga. Keselarasan hubungan keduanya niscaya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal, serta membawa pariwisata sebagai sektor unggulan bagi pendapatan nasional.

Komodo Island underwater

Referensi:

http://www.new7wonders.com/28-finalists

http://news.n7w.com/2011/10/30/people-power-in-indonesia-for-komodo/?utm_source=rss&utm_medium=rss&utm_campaign=people-power-in-indonesia-for-komodo

http://berita.liputan6.com/read/349627/p2-komodo-sesalkan-langkah-pemerintah

http://www.detiknews.com/read/2011/02/02/215541/1559496/10/penjelasan-panjang-lebar-jero-wacik-soal-polemik-pulau-komodo

http://www.thejakartapost.com/news/2011/10/28/public-initiatives-revive-komodo-voting.html

http://www.7wonders.org/wonders/new-seven-wonders.aspx

http://id.berita.yahoo.com/komodo-dan-nasionalisme-buta-kita.html;_ylt=AuvZUOrvnxMYO1tRWkXD0bWDV8d_;_ylu=X3oDMTFnaGg5MmlzBG1pdANOZXcgRWRpdG9ycyBQaWNrcwRwb3MDMQRzZWMDTWVkaWFFZGl0b3JQaWNrcw–;_ylg=X3oDMTMwMGdnY3JiBGludGwDaWQEbGFuZwNpZC1pZARwc3RhaWQDOTQzYjAzNDgtYjc5OC0zMjkyLTljNTUtMDNiMGU2OWUwOThiBHBzdGNhdANpbnRlcm5hc2lvbmFsBHB0A3N0b3J5cGFnZQ–;_ylv=3

Sunset in Ciumbuluit

Foto-foto ini saya ambil dari depan kamar kosan saya, di Ciumbuluit Bandung. Biasanya orang menikmati sunset di tepi pantai, atau dari atas gunung. Namun dari kosan saya  -yang termasuk murah di daerah kampus Unpar- telah menyediakan segalanya. Di balkoni kosan inilah kami anak-anak kosan sering menghabiskan waktu bersama, mengerjakan tugas kuliah, menikmati hidangan makanan dan minuman, bermain musik, dan menikmati pemandangan.

Inilah foto-foto hasil jepretan saya, tidak di edit, juga tidak menggunakan filter dalam hal pengolahan warna.  Saya menggunakan kamera poket Olympus FE 46.

El Principio, The Beginning

Kata banyak orang bagian tersulit dari menulis adalah untuk memulai. Mencari kata-kata yang tepat, walaupun isi dan konten tulisan sudah ada di pikiran namun tetap saja sangat berat untuk menulis kata-kata pembuka.

Hal inilah yang terjadi sekarang ketika saya ingin menulis tulisan pertama di blog baru ini. Apakah harus dimulai dengan perkenalan dan menulis biodata seperti jaman SD dulu? (saling tukar menukar buku diary dengan teman-teman), atau hanya sekedar menulis “hai, saya baru di dunia ini, mohon dibantu yah” yang menurut saya sedikit “alay”. So, saya memilih untuk tidak memilih kedua opsi tadi.

Sebagai mahasiswa yang sering disibukkan dengan tugas paper, critical review, atau essay, menulis harusnya menjadi hal biasa yang dekat dengan mahasiswa. Berdasarkan pengalaman saya, semakin lama duduk di depan monitor memikirkan apa yang harusnya ditulis sebagai kalimat pembuka maka semakin lama juga inspirasi itu datang. Yang biasa saya lakukan untuk mendatangkan inspirasi adalah melakukan hal-hal lain untuk sementara waktu, membaca bahan tulisan, makan cemilan, membuat segelas minuman panas, atau menonton tv, asal jangan terlalu terbawa suasana. Biasanya setelah melakukan hal-hal yang tadi saya sebutkan, muncul ide untuk memulai membuat tulisan tadi.

Mudah-mudahan bisa berguna bagi teman-teman khususnya yang memiliki kesulitan dalam menulis. See you in the next post!